Mufasyahnews.com, Makassar – Dalam kehidupan setiap orang ada kisah yang menginspirasi dan membutuhkan pemahaman. Pada hari Jum’at, 01 Desember 2023 lalu diperingati Hari HIV dan AIDS, namun kita tidak harus terus menerus berbicara lagi tentang bagaimana mencegahnya tapi kita harus memikirkan bagaimana kondisi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) sekarang? Apakah mendapatkan stigma yang tidak baik/diskriminasi atau bagaimana?
Telah kita ketahui bersama, bahwa manusia adalah makluk sosial yang membutuhkan interaksi karena tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan bantuan orang lain. Berbicara mengenai manusia, manusia merupakan makhluk yang selalu mencari hal baru tanpa mengetahui terlebih dahulu dampak negatifnya. Contohnya seks bebas. Mirisnya, pada zaman sekarang banyak orang yang menganggap bahwa seks bebas itu sudah merupakan hal yang biasa. Jangankan orang dewasa, sebagian besar remaja SMP dan SMA juga sudah menormalisasikan hal tersebut. Seks bebas sendiri adalah kebiasaan untuk melakukan kegiatan seksual dengan bergonta-ganti pasangan. Akibat dari seks bebas menimbulkan macam-macam penyakit terutama infeksi menular seksual.
Mayoritas masyarakat pasti sudah tidak asing lagi dengan kata virus, tetapi masih banyak yang belum tahu dengan salah satu virus yang sampai saat ini belum ditemukan obat atau vaksin yang dapat menyembuhkan penderitanya. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yaitu sel darah putih atau CD4 (Gunawan, Irma dan Mury, 2016). Ketika virus ini masuk ke dalam tubuh manusia, maka lama kelamaan penderita akan terkena penyakit yang disebut dengan AIDS atau Acquired Immuno Deficiency Syndrome yang merupakan sekumpulan gejala atau penyakit akibat dari menurunnya kekebalan tubuh yang menjadi stadium akhir dari virus HIV (Darti dan Imelda, 2019). Banyak masyarakat yang menganggap bahwa HIV/AIDS adalah satu kesatuan padahal HIV dan AIDS itu berbeda. Pengobatan penyakit ini hanya digunakan untuk menghambat perkembangan virus HIV dengan memberi antiretroviral (ARV) kepada ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).
Salah satu hambatan paling besar dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia adalah masih tingginya stigma yang salah dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Kebanyakan orang masih menganggap bahwa HIV/AIDS adalah penyakit terkutuk. Masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui media penularan virus ini. Banyak stigma yang mengatakan bahwa virus ini dapat menular melalui sentuhan, pelukan, jabat tangan, makan bersama dengan ODHA dan masih banyak lagi anggapan salah yang beredar di masyarakat.
Stigma masyarakat tentang ODHA tercermin dari sinisme dan ketakutan berlebihan. Banyak orang berpikir bahwa orang yang terinfeksi HIV/AIDS harus dihukum sendirian. Mereka juga beranggapan bahwa ODHA bertanggung jawab atas penyebaran HIV/AIDS. Inilah penyebab perlakuan tidak adil, diskriminasi dan stigmatisasi ODHA karena penyakitnya. Isolasi sosial dan penolakan di berbagai bidang aktivitas masyarakat (seperti pendidikan, dunia kerja, dan pelayanan kesehatan) merupakan bentuk stigma yang sering terjadi.
Kebanyakan ODHA cenderung menunjukan reaksi keras pada tahap awal infeksi HIV, seperti menolak hasil tes, menyesali dan memarahi diri sendiri, bahkan mengisolasi diri Ini merupakan gejala psikologis, yang sebenarnya bisa membuat seseorang menjadi lebih buruk. Tingginya penolakan masyarakat dan lingkungan akan kehadiran ODHA menyebabkan sebagian besar orang yang beresiko terjangkit HIV/AIDS. Penundaan untuk melakukan tes HIV/AIDS oleh orang yang beresiko terjangkit virus ini akan mengakibatkan kondisi fisik dan psikis dari orang tersebut akan semakin parah karena tidak mendapatkan penanganan yang cepat.
Stigma tersebut muncul karena masyarakat tidak memahami informasi HIV yang benar dan lengkap, terutama dari segi media penularan HIV. Media penularannya yaitu melakukan hubungan seks yang beresiko, menerima transfusi darah dari ODHA, memakai jarum suntik yang telah digunakan ODHA, dan melalui ASI ibu yang terjangkit HIV/AIDS ke anaknya.