Oleh: Muliadi
Mufasyahnews.com, Makassar – Puisi/syair ialah rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud bahasa yang paling berkesan. Itulah sebabnya, puisi adalah pernyataan sastra yang paling inti karena semua unsur seni kesastraan mengkristal di dalamnya (Pradopo, 2009).
Syair adalah karya sastra yang merepresentasi tindakan dan pemikiran dari sang kreator atau pemuisi setelah bergumul dengan dunia, baik dunia luar maupun dalam dunia batinnya/dalam dirinya sendiri (Muliadi, 2017). Nilai-nilai yang lahir dari hasil kontemplasinya itu sangat beragam, seperti nilai filosofis, estetis, etis, dan religius.
Amir (dalam Muliadi, 2017) menyatakan bahwa karya sastra yang baik sekurang-kurangnya memenuhi keutuhan dan keterpaduan nilai, yakni nilai religius, nilai filosofis, nilai estetis, dan nilai etis. Mattulada (1995) simbol sulapa’ eppa’/ sulapa’ eppana taue (segi empat tubuh manusia), yakni kepala, tangan, dan kaki.
Pada kepala manusia terdapat pusat pengendali, yaitu: otak/pikiran, telinga, hidung, gigi, bibir, lidah, dan mulut (sauang) tempat keluarnya suara/bunyi (sadda). Sadda (bunyi-bunyi) tersusun akan melahirkan ada (kata) bila kata ada ditambahkan kata sandang tertentu, seperti E maka menjadi adae.
Dalam Bahasa Bugis terdapat ungkapan adae mi riputongeng (hanya kata-kata yang dianggap benar, hanya kata-kata yang dipegang). Arung Matoa Matinrowa Rikannana (memerintah pada akhir abad XVI atau permulaan abad XVII) menyatakan bahwa sulapa’ eppa’ memiliki kandungan makna: lempu/jujur, acca/cendikia, barani/berani, dan getteng/tegas, tetapi bijaksana/ pemurah (https://www.kompasiana.com).
Keempat kandungan makna tersebut harus menjadi syarat bagi seorang pemimpin. Acca/Macca bersinonim dengan kata pandai, pintar, cerdas, lihai, cendikia, dan intelek. Berbagai kata sinonim dari kata acca/macca, kata yang paling berterima di antara kata sinonim tersebut adalah cendikia/intelek.
Kata cendikia berasal dari kata Sanskerta, yang pemahamannya hanya diartikan sebagai sesuatu yang posistif dan atau selalu tersirat kata kearifan. Sementara, kata pandai, pintar, cerdas, lihai dapat bermakna positif dan negatif sehingga tidak cocok dipadankan dengan macca karena kata macca dalam konsep Bugis-Makassar tidak dipahami dalam pemahaman yang bersifat negatif (Rahim, 1992:153).
Kata Acca/macca (cendikia/kecendikiaan) berkorelasi baik dengan kata lempu (jujur). Hal ini dapat dilihat dalam pesan Bahasa Bugis: aja nasalaiko acca sibawa lempu; naia riasennge lempu’ makessinngi gau’na, patujui nawanawanna, madeceng ampena, namatau ri Dewatae (Jangan dipisahkan antara kata cendikia dengan jujur, yang dikatakan jujur baik perilakunya, pikirannya benar, tingkahlakunya sopan, dan takut kepada Allah/Tuhan.
Hasil Penelitian tersebut dipresentasikan dalam Konferensi Internasional Kesusastraan (KIK) ke-33 di Palembang, pada tanggal 18-20 Oktober 2024.